Jumat, 22 Februari 2008

"Sebentuk Hati dan Fikiran "


Apakah diantara kalian ada yang mengetahui darimana asalnya pengemis dan gelandangan? Apakah kalian memang tidak tahu darimana mereka berasal? Atau kalian mengetahui asal mereka tetapi kalian tidak menganggapnya penting atau kalian hanya tahu kalau mereka ada karena mereka bagian dari sejarah dunia. Saya yakin hampir di seluruh dunia pasti ada yang namanya pengemis atau gelandangan. Istilah kerennya untuk menyebut nama mereka dalam bahasa asing adalah “Homeless”.

Keberadaan homeless di luar negeri dengan yang ada di Indonesia pastinya sungguh berbeda. Di negeri paman Sam terutama, homeless diperlakukan seperti layaknya warga Negara kelas dua. Diberikan makanan gratis, pakaian gratis bahkan tempat tinggal gratis. Memang mereka harus antre untuk mendapatkan semua itu tetapi setidaknya gratis lho, ngga perlu bayar.

Lain halnya di Indonesia, orang-orang yang mengaku sebagai warga Negara kelas dua, kadang masih sering kesusahan mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok mereka.. Yang jelas mereka mengeluarkan uang untuk hal tersebut dan bukan mendapatkannya dengan gratis. Kalau dibandingkan dengan pelayanan layaknya warga Negara kelas dua yang didapatkan oleh homeless di Amerika, berarti kita yang mengaku sebagai warga negara kelas dua di Indonesia adalah termasuk dalam kategori “HOMELESS-NYA” orang Amerika tetapi tanpa kata “Gratis”.

Pasti diantara kalian yang membaca ini ada yang sempat menutup mata, terkejut atau bahkan shock. Ini memang nyata seperti yang biasa dikatakan oleh Zaldy Nur dalam Seputar Indonesia Pagi “Buka Mata Ini Nyata Hanya di Indonesia”. Mungkin ada sebagian dari anda yang berkata di Indonesia ya di Indonesia dan Amerika ya Amerika, jangan dibanding-bandingkan karena tidak akan pernah sama. Memang tidak akan sama tetapi setidaknya mata hati kita terbuka tentang adanya masalah sosial di masyarakat dewasa ini.

Balik ke topik awal tentang pengemis dan gelandangan. Berapa banyak diantara kalian yang menganggap keberadaan mereka sebagai masalah darurat bangsa ini? Kenapa dikatakan darurat? Karena suatu saat nanti keberadaan mereka bisa mengancam stabilitas keamanan negeri. Segitu parahkah? Jumlah mereka bukan hanya terdiri dari puluhan atau ratusan orang tetapi telah mencapai angka jutaan. Apakah anda mengenal pola gunung es. Sesuatu yang tertahan selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad, suatu saat nanti akan meletus juga pada akhirnya dan dampaknya akan mengguncang bahkan merusak sesuatu yang ada didekatnya dengan begitu dahsyatnya.

Pasti anda sering melihat anak-anak kecil di lampu merah, bis atau angkot yang sedang menyanyi dan menadahkan tangan mereka demi mendapatkan uang receh. Pernahkah terlintas di benak dan pikiran anda tentang masa depan mereka. Jangan mengggap keberadaan mereka sebagai sesuatu yang lumrah sehingga hati anda terus memakluminya dan menganggapnya biasa. Pikirkan bahwa mereka ada karena sebentuk hati dan pikiran. Mereka akan dewasa menjadi manusia yang kita pasti tahu akhirnya aka seperti apa dan menjadi apa.

Buka mata anda lebar-lebar. Di sekeliling anda ada jutaan anak yang bernasib seperti itu.. Yang mereka rasakan adalah perasaan rendah diri, pesimis dalam memandang hidup. Sepertinya mereka berada di dunia mereka sendiri. Dunia yang penuh dengan ketidaknyamanan, keputusasaan dan penderitaan. Bisa saja di masa depan, mereka akan membuat suatu kelompok sendiri yang mereka namakan sebagai kelompok orang-orang teraniaya. Memang mereka tidak pernah teraniyaya secara fisik tetapi kebebasan merekalah yang teraniaya.

Kekuatan orang-orang besar pastinya terbentuk dari kekuatan orang-orang kecil disekelilingnya yang mendukungnya. Kelompok mereka pun sama seperti itu. Kaum muda, kaum tua, ibu-ibu dan anak-anak suatu saat nanti akan berkumpul menggalang kekuatan untuk menuntut hak mereka. Bukan saja kepada pemerintah tetapi bisa saja mereka akan langsung mendatangi kediaman anda dan mengusik kenyamanan anda dan bahkan lebih radikal daripada sebelumnya. Ini memang belum terjadi dan semua gambaran ini bukan untuk menakut-nakuti tetapi bisa dijadikan sebagai suatu wacana berpikir bagaimana setiap orang harus memandang hidup ini. Bukan hanya hidupnya sendiri tetapi juga hidup-hidup yang lain, yang tumbuh besar bersama mereka.

Pernahkan anda melihat bagaimana cara para pemuda jalanan memandang orang-orang bahkan diri anda sendiri. Pasti ada sedikit tatapan rasa sinis. Ada sebagian dari mereka hanya mengekspresikan isi kepala mereka dengan pandangan mata tetapi banyak juga yang langsung mengekspresikannya dengan cara berbicara, tentunya dengan nada sinis. Pasti anda tidak merasa nyaman dengan hal tersebut bukan, walaupun anda tidak menyinggungnya atau menghinanya sedikit pun.

Pernahkah terlintas di benak anda untuk apa sebenarnya keberadaan anda di dunia ini? Apa yang sudah anda lakukan untuk masyarakat luas? Sudahkah anda mengamalkan ilmu yang anda dapat kembali ke masyarakat? Mudah-mudahan pertanyaan tersebut pernah anda tanyakan kepada diri anda sendiri. Bertanya terhadap diri sendiri itu gratis tetapi mungkin sedikit menyita waktu dan pikiran anda untuk berpikir lebih keras.

Kepedulian sesorang timbul bukanlah karena ada yang menyuruh mereka atau memaksa mereka tetapi bagaimana mereka mengasah rasa kepekaan mereka yang paling dalam terhadap sesama dan dengan mengaktifkan pikiran mereka untuk bagaimana berpikir melakukan suatu perubahan kearah yang lebih baik. Mulailah dengan hal kecil yang indah sehingga akhirnya akan menjadi suatu wujud besar yang menakjubkan. Kebaikan kecil yang kita tanamkan mudah-mudahan akan menjadi sebuah pesan berantai bagi manusia lainnya untuk mulai menanamkan hal kecil juga.

Setiap makhluk hidup yang lahir ke dunia ini tentunya sudah berjalan sesuai dengan takdirnya masing-masing dan kita tidak bisa merubah hal tersebut tetapi sebagai makhluk hidup kita juga dituntut untuk tidak bersikap egois. Hiduplah untuk tuhanmu..Hiduplah untuk hidup….Hiduplah untuk masyarakat dan…..Hiduplah untuk keluargamu.

Tidak ada komentar: